Jl. Ketintang Baru Selatan I No.1, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
(031) 820-10000
rsmmjatim
RSMM Prop.Jatim

Musim Hujan Tiba, Waspadai Bakteri Leptospira
Ditulis Oleh Aisyah Wahyu Novanda - Desember 2022

Memasuki musim penghujan, masyarakat Indonesia diharapkan mulai waspada dengan datangnya bencana banjir, khususnya masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat siap dan terhindar dari berbagai kemungkinan terburuk dari datangnya banjir, salah satunya kehilangan barang berharga hingga terserang penyakit penyerta banjir. Salah satu penyakit penyerta banjir yang jarang diketahui oleh masyarakat adalah penyakit Leptospirosis.

Leptospirosis terjadi di seluruh dunia tetapi lebih banyak muncul di wilayah-wilayah tropis dan subtropis yang mengalami curah hujan yang tinggi. Kejadian leptospirosis terkait erat dengan faktor-faktor risiko infeksi. Ada berbagai faktor risiko leptospirosis di Indonesia antara lain kejadian banjir dan munculnya genangan air setelah banjir serta kondisi selokan dan sanitasi yang buruk di daerah hunian. Risiko-risiko ini menjadi lebih buruk saat manusia atau hewan terpapar dengan lingkungan yang terkontaminasi seperti air berlumpur, air sungai atau banjir, saat berenang, mandi, atau mencuci di sungai. Pekerja lebih terpapar risiko-risiko ini, terutama mereka yang tidak mengenakan alat pelindung diri, berkegiatan di sawah, mengumpulkan kayu di hutan, dan membersihkan sampah. Selain itu, air minum yang terkontaminasi dapat menjadi risiko infeksi leptospirosis pada manusia jika air tersebut tidak diolah.

Leptospirosis sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang disebarkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi bakteri ini. Beberapa jenis hewan yang dapat menjadi pembawa leptospirosis adalah anjing, kucing, hewan pengerat seperti tikus, dan kelompok hewan ternak seperti sapi atau babi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup dalam ginjal hewan yang terinfeksi.

Penularan leptospirosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir, mata, hidung, kulit yang lecet, dan makanan yang telah terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri leptospira. Urin hewan pembawa bakteri leptospira tidak hanya menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan hewan pembawa, tetapi bisa melalui kontak tidak langsung dengan air banjir, genangan air sungai hingga selokan dan lumpur yang terkena urin hewan tersebut. Kuman Leptospira mengikuti aliran darah menuju seluruh tubuh dan menyerang organ-organ penting seperti: hati, jantung, ginjal, paru dan otak.

Masa inkubasi bakteri 2-12 hari dengan rata-rata 7 hari. Onset/keluaran penyakit bersifat mendadak, disertai demam tinggi dan menggigil (mirip malaria). Sepertiga pasien mengalami gejala awal berupa kelemahan otot, dan sakit kepala yang dengan istirahat dapat sembuh sempurna. Pemeriksaan leptospirosis dilakukan melalui tes darah sederhana dan pemeriksaan antibodi di dalam darah.

Pada tahun 2019, 920 kasus leptospirosis dilaporkan di Indonesia dengan 122 kematian. Kasus-kasus ini dilaporkan dari sembilan provinsi (Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Utara). Namun, jumlah laporan kasus ini sangat kecil dibandingkan dengan kejadian leptospirosis di Indonesia, di mana morbiditas tahunan leptospirosis di populasi Indonesia baru-baru ini diperkirakan berada pada angka 39,2 per 100.000 orang.

Di Indonesia, sistem kewaspadaan deteksi dini dan respons penyakit yang berpotensi mengakibatkan kejadian luar biasa (SKDR)/EWARS untuk leptospirosis digunakan oleh pusat-pusat kesehatan masyarakat untuk melaporkan kasus dugaan leptospirosis kepada dinas kesehatan kota, yang kemudian memverifikasi data dan melakukan kegiatan investigasi dan pengendalian lapangan. Berbagai upaya selalu dilakukan oleh Dinas Kesehatan baik Kabupaten maupun provinsi berkoordinasi dengan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan melalui himbauan untuk melakukan upaya promosi kesehatan berkaitan dengan Leptospirosis.

Berdasarkan himbauan tersebut, maka RSMM Jawa Timur menyelenggarakan kegiatan Bincang Sehat dengan tema “Leptospirosis, Kenali Bahayanya, Jauhi Penyakitnya” pada Selasa, 13 Desember 2022 dengan menghadirkan narasumber Dokter Umum dari IGD RSMM Jawa Timur yaitu dr. Fidiya Septi Kusmawardani. Sasaran kegiatan adalah pengunjung rumah sakit utamanya pasien dan keluarga pasien di Rawat Jalan RSMM Jawa Timur.

Telah dipaparkan dengan rinci tentang apa itu leptospirosis, bagaimana gejalanya, tingkat keparahan penyakitnya, cara deteksinya, pengobatan, sampai dengan cara pencegahannya. Salah satu tips yang diberikan Dokter Fidiya adalah perlunya kita memastikan air yang kita konsumsi termasak dengan matang, termasuk makanan dan minuman, dengan suhu 60 derajat celcius, kemudian menjaga kebersihan dan menjaga tubuh kita jangan sampai terluka supaya tidak kemasukan kuman, pentingnya juga bergotong royong bersama warga untuk menjaga kebersihan lingkungan di sekitar kita, serta melakukan penambalan gigi apabila memiliki masalah gigi berlubang karena bisa menjadi sumber masuknya bakteri leptospira dalam air yang kita gunakan untuk berkumur.